
LAMDIK Perkenalkan Instrumen 3.0

Surabaya — LAMDIK mulai membuka penggunaan Instrumen Akreditasi Program Studi Kependidikan (IASPK) 3.0 untuk pengajuan akreditasi program studi. Instrumen baru ini dapat digunakan mulai 2 Desember 2025.
“Per 2 Desember 2025, program studi sudah dapat menggunakan Instrumen 3.0 untuk mengajukan akreditasi. Instrumen ini dikembangkan dengan menyesuaikan Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 yang menggantikan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023,” ujar Ketua Umum LAMDIK, Prof. Dr. Muchlas Samani, dalam sosialisasi IASPK 3.0 yang digelar secara daring, Selasa (23/12/2025).
Dalam masa transisi, LAMDIK memberi ruang bagi program studi untuk memilih instrumen yang digunakan. Hingga 1 Maret 2026, program studi masih dapat mengajukan akreditasi menggunakan Instrumen 2.0 atau Instrumen 3.0. Namun, setelah batas waktu tersebut, seluruh pengajuan akreditasi wajib menggunakan Instrumen 3.0.
Apa yang Berbeda?
Perubahan utamanya terletak pada skema peringkat akreditasi. Dalam instrumen sebelumnya dikenal peringkat Baik, Baik Sekali, dan Unggul.
”Sedangkan dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 maupun Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025, peringkat akreditasi hanya terdiri atas Terakreditasi dan Unggul,” ujar dosen Universitas Negeri Surabaya itu.
Terakreditasi dimaknai sebagai pemenuhan standar minimal dalam SN-Dikti (Standar Nasional Pendidikan Tinggi) yang setara dengan peringkat Baik.
Sementara peringkat Baik Sekali, hasil pembahasan antara BAN-PT dan Forkom LAM (Forum Komunikasi Lembaga Akreditasi Mandiri) menyepakati bahwa kategori tersebut bertransformasi menjadi peringkat Unggul.
”Untuk membedakan dengan peringkat Unggul pada instrumen sebelumnya, disepakati pembagian masa berlaku Unggul menjadi dua kategori, yakni Unggul tiga tahun dan Unggul lima tahun. Itu perubahan yang mendasar,” kata Prof. Muchlas.

Menuju Akreditasi Internasional
Dalam sosialisasi tersebut, Prof Muchlas menyampaikan LAMDIK telah memperoleh pengakuan dari INQAAHE (International Network for Quality Assurance Agencies in Higher Education). Pengakuan ini menempatkan LAMDIK sebagai lembaga penjaminan mutu yang dinilai selaras dengan praktik lembaga akreditasi internasional, seperti ASIIN, AQAS, dan lainnya.
LAMDIK saat ini tengah mengajukan permohonan kepada pemerintah melalui Ditjen Dikti untuk memperoleh pengakuan sebagai Lembaga Akreditasi Internasional (LAI) di dalam negeri.
“Apabila disetujui, sertifikat akreditasi yang diterbitkan LAMDIK dapat berlaku sebagai akreditasi internasional,” ujar Prof. Muchlas.
Meski demikian, menurut Penyusun Peta Jalan Pendidikan Ibu Kota Nusantara itu, status akreditasi internasional tidak menghilangkan kewajiban program studi untuk tetap memiliki status akreditasi nasional, baik Terakreditasi maupun Unggul.
“Rencananya, LAMDIK membuka peluang bagi program studi yang menginginkan pengakuan lebih luas untuk mengajukan dobel akreditasi, yakni akreditasi nasional dan akreditasi internasional,” katanya.



